Katanya Ibadah Tapi Kok Ada Pajaknya?



Musim haji kembali tiba, dan jutaan umat Islam dari seluruh dunia termasuk Indonesia bersiap untuk menunaikan ibadah ke Tanah Suci. Minat yang tinggi dari jamaah Indonesia kepada ibadah haji maupun umrah muncul pertanyaan penting, apakah perjalanan haji dan umrah dikenakan pajak oleh negara?
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 11 Tahun 2025 yang mulai berlaku sejak 4 Februari 2025 ini mengatur tentang Ketentuan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak dan Besaran Tertentu PPN. PMK ini sebagai respons atas penyesuaian tarif PPN menjadi 12% per 1 Januari 2025.
Untuk menghindari lonjakan beban pajak atas barang dan jasa yang bukan tergolong mewah termasuk sektor keagamaan, pemerintah menyesuaikan skema penghitungan PPN dengan mekanisme khusus, yakni menggunakan perhitungan PPN besaran tertentu.
Ibadah Haji Termasuk JKP atau Non-JKP?
Pada dasarnya, jasa perjalanan ibadah merupakan bagian dari jasa keagamaan yang dikategorikan sebagai bukan objek PPN (non-JKP). Ini berarti jasa penyelenggaraan ibadah haji reguler maupun umrah yang dilakukan oleh pemerintah tidak dikenai PPN. Hal ini diatur dalam penjelasan Pasal 4A ayat (3) huruf f UU PPN, yang menegaskan bahwa jasa keagamaan dibebaskan dari pengenaan PPN. Adapun, jasa keagamaan tersebut meliputi:
- jasa pelayanan rumah ibadah;
- jasa pemberian khotbah atau dakwah;
- jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dan
- jasa lainnya di bidang keagamaan.
Rincian jasa bidang keagamaan lainnya bisa diakses melalui PMK Nomor 92/PMK.03/2020
Namun, tidak semua aktivitas yang dilakukan dalam rangka ibadah bebas dari PPN. Jika dalam paket perjalanan ibadah terdapat komponen tambahan berupa perjalanan wisata ke tempat lain, maka komponen wisata tersebut dikenakan PPN, karena dianggap sebagai jasa kena pajak (JKP). Inilah yang perlu dicermati oleh para calon jemaah.
Bagaimana Skema Pajaknya?
Dalam PMK-11/2025, diatur dua skema pengenaan PPN atas jasa perjalanan keagamaan yang juga mencakup perjalanan ke tempat lain:
1. Jika tagihan dirinci antara bagian perjalanan ibadah dan perjalanan wisata lainnya, maka PPN dihitung sebesar 1,2% dari nilai perjalanan wisatanya.
PPN Terutang = 10% x 11/12 x 12% x harga jual paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain
2. Jika tagihan tidak dirinci, maka PPN dihitung sebesar 0,6% dari total nilai paket perjalanan.
PPN Terutang = 5% x 11/12 x 12% x harga jual paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain
Pajak Masukan atas transaksi ini tidak dapat dikreditkan, dan pengusaha penyelenggara harus sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk dapat memungut PPN ini. Faktur pajak yang diterbitkan pun harus menggunakan kode khusus (kode 05).
Contoh Perhitungan
Kasus 1
Biro perjalanan wisata Khalifah menawarkan paket umrah dan perjalanan ke Turki selama 14 hari dengan harga paket sebesar Rp100.000.000. Tidak ada perincian antara tagihan harga paket umrah dan harga tagihan paket perjalanan ke Turki sehingga penghitungan PPN-nya adalah:
Jawab:
DPP = Rp100.000.000
PPN = 5% x 11/12 x 12% x Rp100.000.000 = Rp550.000
Karena tidak dilakukan perincian biaya atas perjalanan umrah dan perjalanan wisata, maka PPN terutang atas perjalan ke tempat lain selain tempat ibadah sebesar Rp550.000. Biro perjalanan Khalifah wajib memungut dan menyetorkan PPN yang terutang dengan besaran tertentu tersebut.
Kasus 2
Biro perjalanan wisata Khalifah menawarkan paket umrah dan perjalanan wisata di Mesir. Harga yang diberikan untuk perjalanan tersebut adalah Rp30.000.000 untuk perjalanan umroh, dan Rp25.000.000 untuk paket wisata ke Mesir. Paket wisata perjalanan ke Mesir dikenakan PPN atas Jasa Perjalanan Ke Tempat Lain dalam Perjalanan Ibadah. Berikut perhitungan PPN-nya adalah:
Jawab:
DPP = Rp25.000.000
PPN = 10% x 11/12 x 12% x Rp25.000.000 = Rp275.000
Karena adanya pemisahan atas biaya perjalanan umrah dan perjalanan wisata, sehingga yang terutang PPn hanya atas jasa perjalanan wisata ke Mesir saja.
Kesimpulan
Perjalanan ibadah haji secara murni tidak dikenakan PPN, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh biro perjalanan yang sah. Namun, jika perjalanan tersebut mengandung unsur wisata atau perjalanan tambahan non-ibadah, maka komponen tersebut dikenakan PPN dengan skema tarif khusus (besaran tertentu) sesuai PMK-11/2025.
Dengan demikian, masyarakat yang akan menunaikan ibadah haji atau umrah perlu mencermati rincian tagihan perjalanan, agar memahami dengan jelas komponen mana yang dikenai pajak dan mana yang tidak. Ini penting agar tidak terjadi kesalahpahaman serta untuk mendorong transparansi penyelenggara perjalanan dalam menjelaskan kewajiban perpajakan kepada konsumennya.

