Hujan Bikin Bayar Pajak? Ini Penjelasannya!

SAR Tax & Management Consultant
SAR Tax & Management Consultant

Hujan merupakan berkah yakni memberikan kesegaran dan kehidupan, namun dibalik itu musim hujan juga dapat menyebabkan banjir karena minimnya resapan air seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini di wilayah Indonesia. Hal inilah yang membawa konsekuensi tak terduga yakni “pajak”.

Pajak Hujan masih terdengar unik di telinga masyarakat Indonesia, apa saja yang menjadi objek pajaknya? Siapa saja yang akan dikenakan pajak hujan tersebut? Apakah Indonesia akan dikenai Pajak Hujan? Yuk SobatSAR simak artikelnya sampai habis!

Apa itu Pajak Hujan (Rain Tax)?

Pajak Hujan (Rain Tax) adalah iuran tahunan yang dikenakan terhadap permukaan yang kedap air, seperti pada jalan untuk kendaraan, atap, trotoar, garasi, serta permukaan lainnya yang dapat menimbulkan masalah drainase atau saluran air serta pada permukaan yang dapat menimbulkan menimbulkan masalah pencemaran air yang terletak di properti milik pribadi maupun milik sebuah bisnis.

Ketika hujan turun, air yang tidak dapat meresap ke tanah akan mengalir menuju sistem saluran pembuangan. Namun, kapasitas sistem pembuangan sering kali terbatas. Akibatnya, hujan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan genangan bahkan banjir yang parah di wilayah perkotaan.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah di beberapa negara mulai menerapkan kebijakan Pajak Hujan. Tujuannya adalah mendorong masyarakat agar menyediakan area resapan air di lingkungan propertinya atau turut membiayai fasilitas publik yang berfungsi sebagai pengelolaan air hujan. Dana yang terkumpul melalui pajak ini akan dialokasikan untuk perbaikan infrastruktur drainase, pembangunan fasilitas pengendalian banjir, dan pelestarian lingkungan secara umum.

Tujuan Penerapan Pajak Hujan

Penerapan Pajak Hujan bertujuan untuk:

1. Meningkatkan Kesadaran LingkunganPajak Hujan ini mendorong Masyarakat untuk lebih memperhatikan dampak lingkungan dari Pembangunan yang tidak ramah air, seperti minimnya area hijau dan resapan.

2. Mitigasi bencana banjirDengan insentif fiskal yang diberikan, pemilik properti diharapkan membangun atau mempertahankan area resapan air seperti taman, kebun, atau sistem penyimpanan air hujan.

3. Pendanaan pengelolaan airDana dari pajak hujan tersebut digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem drainase, serta mendukung penelitian dan program pengendalian banjir.

4. Pemberian insentifBeberapa negara memberikan keringanan pajak atas insentif tambahan bagi Masyarakat yang secara aktif mendukung pengelolaan air berkelanjutan.

Pajak hujan diterapkan agar Masyarakat bisa meningkatkan kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan, jika Masyarakat sudah memiliki kesadaran yang kuat akan kelestarian lingkungan hal ini dapat dikatakan sebagai Langkah awal dalam mencegah terjadinya banjir.

Pembangunan daerah resapan air pada properti pribadi yang dimiliki, terutama pada Kawasan yang minim infiltrasi air hujan, merupakan langkah yang tepat dalam meminimalisir bencana banjir yang melebihi batas penampungan terutama saat musim hujan dimana curah hujan sangat tinggi.

Apa dan Siapa yang Dikenakan Pajak Hujan?

Pajak Hujan (Rain Tax) akan dibebankan kepada pemilik properti dengan objek pajak berupa luas permukaan kedap air pada property yang dimilikinya. Jadi, kebijakan pajak hujan dapat dikatakan sebagai implementasi yang bertujuan untuk memitigasi bencana banjir yang dikarenakan minimnya daerah resapan air.

Tujuan utama dari implementasi kebijakan pajak hujan ini Adalah untuk menyadarkan Masyarakat akan pentingnya daerah resapan air untuk mencegah terjadinya bencana banjir. Selain itu, pajak hujan dapat menjadi sumber penerimaan bagi negara.

Negara mana saja yang sudah menerapkan pajak hujan?

Meski di Indonesia belum menerapkan pajak hujan, ada beberapa negara yang sudah menerapkan pajak hujan dalam peraturan perpajakannya. Diantaranya:

1. Jerman

Jerman menjadi salah satu pelopor dalam penerapan pajak hujan sejak tahun 1990. Negara ini mengenakan tarif sebesar USD2,6 (sekitar Rp39.000) per meter persegi permukaan kedap air. Pemungutan dilakukan bersamaan dengan tagihan utilitas.

Hasil pemungutan pajak hujan di Jerman akan dialokasikan sesuai dengan earmarking-nya yaitu untuk mendanai berbagai macam proyek atau program untuk mencegah banjir, diantaranya:

  • Pemeliharaan dan Pembangunan sistem drainase
  • Proyek mitigasi
  • Riset dan pengembangan teknologi pengelolaan air

Jerman juga menerapkan sistem super tax deduction, yaitu pengurangan pajak bagi warga yang memiliki inisiatif membangun taman, kebun, atau ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai daerah resapan air. Sistem ini bertujuan mendorong kepedulian lingkungan dan mengurangi beban pajak bagi properti yang ramah lingkungan.

2. Polandia

Polandia juga menerapkan pajak hujan bagi properti dengan luas minimal 600 meter persegi dan tingkat pembangunan lebih dari 50%, seperti rumah, garasi, teras, atau area beraspal.

Terdapat dua skema tarif pajak hujan:

  • PLN 0,90/m2 untuk properti dengan Tingkat retensi air < 10%
  • PLN 0,45/m2 untuk properti dengan sistem retensi air antara 11%-30%

Skema ini mendorong penggunaan sistem penyerapan air yang lebih baik di wilayah pemukiman dan komersial.

3. Maryland, Amerika Serikat

Negara Amerika Serikat bagian Maryland telah menerapkan kebijakan yang serupa dengan pajak hujan, dikenal sebagai Stormwater Management Fee (SMF). Berdasarkan House Bill 987, sembilan wilayah termasuk Kota Baltimore mengenakan SMF untuk mendanai pengelolaan air hujan dan pengendalian polusi di Teluk Chesapeake.

Contohnya:

  • Pemilik kondominium di Howard County dikenakan SMF sekitar USD 15
  • Pemilik bisnis di Baltimore dapat dikenakan biaya hingga ribuan dolar

Namun, kebijakan ini sempat mengalami revisi pada tahun 2015 setelah mendapat penolakan dari beberapa wilayah. Akibatnya, kini setiap kota atau kabupaten di Maryland dapat memilih untuk menerapkan atau tidak menerapkan SMF sesuai kebutuhan lokal mereka.

Kesimpulan

Pajak hujan adalah instrumen fiskal yang dirancang untuk menginternalisasi dampak negatif dari pembangunan yang tidak memperhatikan keseimbangan lingkungan, terutama terkait pengelolaan air hujan. Kebijakan ini tidak hanya berfungsi sebagai sumber pendapatan negara atau daerah, tetapi juga sebagai cara untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya daerah resapan air dalam mencegah bencana banjir.

Meskipun Indonesia belum secara resmi menerapkan pajak hujan, belajar dari pengalaman negara-negara lain dapat menjadi langkah awal yang penting untuk merancang kebijakan serupa yang sesuai dengan kondisi lokal. Dengan demikian, pengelolaan lingkungan dapat dilakukan secara berkelanjutan demi kesejahteraan bersama.


Suggested For You